Masih ada di dalam ingatan bagaimana dia duduk di ujung sebuah teras sembari bermain gitar. Tas ranselnya selalu menjadi bantalan untuknya bersandar di dinding. Selalu mengenakan celana jeans yang sedikit kumal dan sepatu boots. Kaus oblong dan kemeja yang kebesaran. Terkadang rambutnya yang panjang diikat, tak jarang juga dibiarkannya terurai. Wajahnya yang putih dan matanya yang lembut dengan bulumata yang lentik banyak membuat perempuan terpesona. Hanya saja dia bukan tipe pria yang hangat. Dia sangat dingin sekali. Terlalu menakutkan bagi perempuan untuk berani mendekatinya. Yah, dia memang jarang bicara, tetapi kalau tidak suka dia bisa sangat sinis sekali.
Entah kenapa saya selalu bisa merasakan kelembutan dan kehangatannya. Bila mata kami bertemu, dia selalu tersenyum meski dari kejauhan. Melambaikan tangannya dan memanggil nama saya. Saya pun biasanya segera menghampiri dia dan duduk di sampingnya. Merebahkan kepala sejenak di bahunya dan bernyanyi bersama. Aaaahhhh indahnya!!!
Setelah beberapa waktu kami saling mengenal, kami pun jadi sering bertukar surat cinta. Dia mengirimkan saya surat berisi puisi dan syair yang ditulis olehnya. Saya pun membalasnya dengan puisi dan cerita. Memang begitulah cara kami saling berkomunikasi. Bila bersama kami tidak banyak bicara. Lebih banyak bercerita lucu dan bercanda. Paling sering cerita tentang pelajaran kuliah, biarpun kami berbeda jurusan.
Hingga kemudian dia menyelesaikan sekolahnya dan tiba-tiba saja menghilang. Tanpa ada ucapan selamat tinggal atau apapun juga. Saya sangat bersedih hati dan ingin sekali bisa berjumpa lagi dengannya. Sempat saya mencarinya tetapi sepertinya dia sudah jauh. Menurut kabar dari teman-temannya, dia langsung meneruskan sekolah di sebuah negara di Eropa. Dia memang sepertinya terburu-buru, bahkan wisuda pun dia tidak datang.
Setelah dia pergi saya baru menyadari bahwa selama ini saya merasa sangat dekat sekali dengannya tetapi saya tidak mengenalnya. Saya tidak pernah tahu dia tinggal di mana, dia juga tidak pernah datang ke rumah saya atau menelpon saya. Saya tidak tahu dia anak siapa, berapa bersaudaranya atau di mana dulu dia sekolah. Yang hanya saya tahu dia kalau kuliah selalu naik mobil berwarna hitam. Surat pun biasanya kami berikan langsung saat bertemu di tempat kami kuliah. Kami benar-benar hanya bertemu di kampus saja. Anehnya, kenapa tidak terpikir sama sekali untuk bertanya. Hmmm….
Anyway, akhirnya saya membuka surat itu dan mulai membacanya. Yang ingin saya ketahui pertama kali adalah bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan alamat rumah saya. Kenapa juga dia tiba-tiba saja muncul dan mengirimkan surat?! Ada apakah gerangan yang terjadi?! Perasaan antara senang, takut, dan sedih beraduk campur menjadi satu.
Saya ambil intidari kata-kata dan kalimat dari suratnya yang panjang setelah saya translate dulu. Habis panjang banget dan bahasanya campur aduk. Masih mending kalau satu bahasa, ini tiga bahasa dibolak-balik. Pusing!!!